SUMBAR, - Kepolisian Daerah Sumatra Barat (Polda Sumbar) mengadakan Focus Group Discussion(FGD) tentang penegakan hukum yang berkeadilan secara restorative justice atau keadilan restoratif, Selasa (28/6/2022).
FGD dibuka Kapolda Sumbar Irjen Pol Teddy Minahasa Putra yang ditandai dengan pemukulan gong. Kapolda didampingi Ketua Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumbar Fauzi Bahar Datuak Nan Sati, dari Pengadilan Tinggi Padang dan Kejaksaan Tinggi Sumbar.
Kapolda Teddy mengucapkan terima kasih dan apresiasi kepada narasumber dan akademisi untuk mengisi dan melengkapi butir-butir atau pasal-pasal yang akan dituangkan dalam Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Polda Sumbar dengan LKAAM tentang restorative justice.
Rencananya, PKS tentang restorative justice akan diadakan pada acara puncak peringatan HUT Bhayangkara, tanggal 7 Juli nanti, .
Baca juga:
Asal Usul Suku Kampai Minangkabau
|
Kapolda Teddy mengakui bahwa adat Minangkabau memiliki wewenang untuk menghukum secara adat. Suku bangsa Minang, kata Kapolda Teddy, betul-betul memegang teguh nilai-nilai luhur budaya yang berlaku, berinteraksi di dalam sosial masyarakat.
“Itu yang menjadi landasan saya dalam perhitungan saya mengangkat kembali nilai-nilai luhur budaya dan adat Minangkabau masuk dalam penyelesaian sengketa hukum yang terjadi di tengah masyarakat yang sifatnya non-vokasi, ” ujar Kapolda Teddy.
Itu pula, kata Kapolda Teddy, mendasari silaturahminya dengan LKAAM. Sehingga, kemudian lahirnya kesepakatan (Memorandum of Understanding/MoU) antara LKAAM Sumbar dengan Polda Sumbar tentang penyelesaian masalah hukum secara restorasi justice.
“Ketika PKS sudah menjadi konsensus kita bersama, mari kita laksanakan dengan sebaik-baiknya dan kita taati sebaik-baiknya. Jangan ada lagi pertengkaran, perkelahian akibat dari PKS. Kita harus mampu tunduk, patuh dan sama-sama kita laksanakan, ” terangnya.
Lebih jauh, menurut Kapolda, restorative justice konsepnya adalah mengembalikan suatu keadaan sengketa kepada kondisi semula.
“Jadi, yang berperan di situ adalah korban, kemudian pelaku, juga bisa masyarakat lain yang memediasi, ” sebutnya.
Sebagai informasi, kata Kapolda Teddy, restorative justice di lingkungan Polri telah dilaksanakan sejak bergulirnya Perpol Nomor 8/2021. Pihaknya pun juga sudah mengimplementasikannya di lapangan.
“Catatan saya di tahun 2021, jumlah total kasus (crime total) 5.585 kasus, yang telah diselesaikan secara restorative justice itu (sebanyak) 1.011 kasus. Di tahun 2022 ini, crime total 2.257 kasus, dan yang sudah dilakukan secara restoratif itu sebanyak 257, ” ungkap Kapolda Teddy.
Irjen Pol Teddy berharap, FGD dapat memberi masukan, saran, ide cemerlang dan pemikiran strategis dari berbagai kajian atau perspektif keilmuan untuk memperkaya perjanjian kerja sama antara Polda Sumbar dengan LKAAM. (**)